Jakarta, Untuk mendidik anak, orangtua kerap tega memukul pantat, menjewer, dan mencubit anaknya. Padahal meski terlihat sepele, perlu diketahui jika memukul pantat anak, misalnya, dapat meninggalkan dampak psikologis yang mendalam bagi si anak.
Sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Pediatrics ini mengungkapkan bahwa anak yang pantatanya sering dipukul sang ibu sejak kecil lebih cenderung tumbuh menjadi anak yang agresif dibandingkan dengan anak yang tidak pernah dipukul sama sekali. Begitu juga jika pantat si anak kerap dipukul sang ayah karena ini dikaitkan dengan gangguan bahasa misalnya anak jadi tak punya banyak kosakata ketika berbicara.
"Bahkan efeknya terbukti tahan lama. Ini bukanlah semata masalah jangka pendek yang akan hilang dari waktu ke waktu. Efeknya juga jauh lebih kuat, terutama pada anak-anak yang dipukul pantatnya lebih dari dua kali seminggu," ungkap peneliti Michael MacKenzie dari Columbia University School of Social Work di New York seperti dilansir CBS News, Selasa (22/10/2013).
Kesimpulan itu diperoleh peneliti setelah mengamati 1.900-an keluarga di 20 kota di Amerika yang ambil bagian dalam Fragile Families and Child Well-being Study. Setiap orangtua ditanya seberapa sering mereka memukul pantat anaknya ketika si anak berusia tiga dan lima tahun, lalu perilaku dan kemampuan bahasa anak dievaluasi kembali ketika usia mereka mencapai 3 dan 9 tahun.
Tercatat 57 persen ibu dan 40 persen ayah suka memukul pantat si anak ketika usia mereka baru tiga tahun. Sedangkan saat usia anak lima tahun, 52 persen ibu dan 33 persen ayah dilaporkan kerap memukul memukul pantat anak-anaknya. Angkanya memang cenderung menurun, namun efeknya tak dapat diabaikan.
Karena dari sini ditemukan fakta penting, yaitu anak yang ibunya masih sering memukul pantat anaknya ketika usianya beranjak lima tahun maka mereka cenderung tumbuh menjadi anak yang agresif saat usianya mencapai 9 tahun, tak peduli seberapa banyak frekuensi si orangtua memukul anaknya.
Para ibu yang suka memukul anaknya setidaknya dua kali seminggu ketika usia si anak baru tiga tahun juga cenderung mempunyai anak dengan gangguan perilaku. Sedangkan anak yang dipukul dua kali seminggu oleh ayahnya di usia lima tahun dilaporkan lebih sering mendapatkan skor yang rendah dalam tes kosakata maupun tes komprehensi bahasa yang dijalaninya di sekolah.
Apalagi studi sebelumnya juga memperlihatkan adanya keterkaitan antara kebiasaan memukul pantat anak dengan perilaku agresif yang dimiliki si anak ketika beranjak dewasa. Untuk itu, peneliti ingin mendorong para pakar lainnya agar mengkampanyekan efek negatif dari memukul pantat anak pada para orangtua, termasuk mendidik mereka agar menerapkan metode disiplin yang benar dalam mengasuh anak.
Selasa, 22 Oktober 2013
Ini Efek Negatifnya Kebiasaan Memukul Pantat Anak Sejak Kecil
Jakarta, Untuk mendidik anak, orangtua kerap tega memukul pantat, menjewer, dan mencubit anaknya. Padahal meski terlihat sepele, perlu diketahui jika memukul pantat anak, misalnya, dapat meninggalkan dampak psikologis yang mendalam bagi si anak.
Sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Pediatrics ini mengungkapkan bahwa anak yang pantatanya sering dipukul sang ibu sejak kecil lebih cenderung tumbuh menjadi anak yang agresif dibandingkan dengan anak yang tidak pernah dipukul sama sekali. Begitu juga jika pantat si anak kerap dipukul sang ayah karena ini dikaitkan dengan gangguan bahasa misalnya anak jadi tak punya banyak kosakata ketika berbicara.
"Bahkan efeknya terbukti tahan lama. Ini bukanlah semata masalah jangka pendek yang akan hilang dari waktu ke waktu. Efeknya juga jauh lebih kuat, terutama pada anak-anak yang dipukul pantatnya lebih dari dua kali seminggu," ungkap peneliti Michael MacKenzie dari Columbia University School of Social Work di New York seperti dilansir CBS News, Selasa (22/10/2013).
Kesimpulan itu diperoleh peneliti setelah mengamati 1.900-an keluarga di 20 kota di Amerika yang ambil bagian dalam Fragile Families and Child Well-being Study. Setiap orangtua ditanya seberapa sering mereka memukul pantat anaknya ketika si anak berusia tiga dan lima tahun, lalu perilaku dan kemampuan bahasa anak dievaluasi kembali ketika usia mereka mencapai 3 dan 9 tahun.
Tercatat 57 persen ibu dan 40 persen ayah suka memukul pantat si anak ketika usia mereka baru tiga tahun. Sedangkan saat usia anak lima tahun, 52 persen ibu dan 33 persen ayah dilaporkan kerap memukul memukul pantat anak-anaknya. Angkanya memang cenderung menurun, namun efeknya tak dapat diabaikan.
Karena dari sini ditemukan fakta penting, yaitu anak yang ibunya masih sering memukul pantat anaknya ketika usianya beranjak lima tahun maka mereka cenderung tumbuh menjadi anak yang agresif saat usianya mencapai 9 tahun, tak peduli seberapa banyak frekuensi si orangtua memukul anaknya.
Para ibu yang suka memukul anaknya setidaknya dua kali seminggu ketika usia si anak baru tiga tahun juga cenderung mempunyai anak dengan gangguan perilaku. Sedangkan anak yang dipukul dua kali seminggu oleh ayahnya di usia lima tahun dilaporkan lebih sering mendapatkan skor yang rendah dalam tes kosakata maupun tes komprehensi bahasa yang dijalaninya di sekolah.
Apalagi studi sebelumnya juga memperlihatkan adanya keterkaitan antara kebiasaan memukul pantat anak dengan perilaku agresif yang dimiliki si anak ketika beranjak dewasa. Untuk itu, peneliti ingin mendorong para pakar lainnya agar mengkampanyekan efek negatif dari memukul pantat anak pada para orangtua, termasuk mendidik mereka agar menerapkan metode disiplin yang benar dalam mengasuh anak.
Sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Pediatrics ini mengungkapkan bahwa anak yang pantatanya sering dipukul sang ibu sejak kecil lebih cenderung tumbuh menjadi anak yang agresif dibandingkan dengan anak yang tidak pernah dipukul sama sekali. Begitu juga jika pantat si anak kerap dipukul sang ayah karena ini dikaitkan dengan gangguan bahasa misalnya anak jadi tak punya banyak kosakata ketika berbicara.
"Bahkan efeknya terbukti tahan lama. Ini bukanlah semata masalah jangka pendek yang akan hilang dari waktu ke waktu. Efeknya juga jauh lebih kuat, terutama pada anak-anak yang dipukul pantatnya lebih dari dua kali seminggu," ungkap peneliti Michael MacKenzie dari Columbia University School of Social Work di New York seperti dilansir CBS News, Selasa (22/10/2013).
Kesimpulan itu diperoleh peneliti setelah mengamati 1.900-an keluarga di 20 kota di Amerika yang ambil bagian dalam Fragile Families and Child Well-being Study. Setiap orangtua ditanya seberapa sering mereka memukul pantat anaknya ketika si anak berusia tiga dan lima tahun, lalu perilaku dan kemampuan bahasa anak dievaluasi kembali ketika usia mereka mencapai 3 dan 9 tahun.
Tercatat 57 persen ibu dan 40 persen ayah suka memukul pantat si anak ketika usia mereka baru tiga tahun. Sedangkan saat usia anak lima tahun, 52 persen ibu dan 33 persen ayah dilaporkan kerap memukul memukul pantat anak-anaknya. Angkanya memang cenderung menurun, namun efeknya tak dapat diabaikan.
Karena dari sini ditemukan fakta penting, yaitu anak yang ibunya masih sering memukul pantat anaknya ketika usianya beranjak lima tahun maka mereka cenderung tumbuh menjadi anak yang agresif saat usianya mencapai 9 tahun, tak peduli seberapa banyak frekuensi si orangtua memukul anaknya.
Para ibu yang suka memukul anaknya setidaknya dua kali seminggu ketika usia si anak baru tiga tahun juga cenderung mempunyai anak dengan gangguan perilaku. Sedangkan anak yang dipukul dua kali seminggu oleh ayahnya di usia lima tahun dilaporkan lebih sering mendapatkan skor yang rendah dalam tes kosakata maupun tes komprehensi bahasa yang dijalaninya di sekolah.
Apalagi studi sebelumnya juga memperlihatkan adanya keterkaitan antara kebiasaan memukul pantat anak dengan perilaku agresif yang dimiliki si anak ketika beranjak dewasa. Untuk itu, peneliti ingin mendorong para pakar lainnya agar mengkampanyekan efek negatif dari memukul pantat anak pada para orangtua, termasuk mendidik mereka agar menerapkan metode disiplin yang benar dalam mengasuh anak.
Langganan:
Postingan (Atom)