Kamis, 26 Februari 2015

Studi Ini Sebut Kebanyakan Tidur Tingkatkan Risiko Kena Stroke

Cambridge, Waktu tidur masing-masing orang memang berbeda. Meskipun, dianjurkan bagi orang dewasa untuk mendapatkan tidur 7-8 jam dalam sehari. Namun, jangan salah, terlalu banyak tidur juga berisiko buruk bagi kesehatan lho.

Studi dari University of Cambridge menyatakan bahwa tidur lebih dari delapan jam sehari dapat meningkatkan risiko dua kali lipat terkena stroke. Setiap tahunnya, lebih dari 150 ribu atau satu dari tiga orang setiap setengah menit menderita stroke di Inggris. Selain itu, satu dari empat orang penderita stroke akan meninggal. Seperti diketahui, stroke merupakan penyakit serius yang mengancam jiwa ketika suplai darah ke bagian otak terputus.

Penyakit ini adalah 'pembunuh' ketiga setelah penyakit jantung dan kanker yang menyerang warga Inggris. Para peneliti mengumpulkan data sejak tahun 1998 terhadap 100 ribu orang dengan usia 42-81 tahun. Para responden diminta menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan waktu rata-rata mereka tidur. Lalu, peneliti memeriksa pola tidur para responden dengan membagi dua kelompok: selama empat tahun, lalu kemudian enam tahun setelahnya. Hasilnya, ditemukan bahwa orang-orang yang memiliki waktu tidur lebih dari 8 jam mempunyai 46% lebih tinggi risiko terjadinya stroke.

Baca juga: Berdasarkan Usia, Ini Rincian Durasi Tidur yang Ideal Untuk Setiap Orang

"Kami juga menemukan orang-orang yang tidurnya kurang dari 6 jam berpotensi terkena stroke sebanyak 18% lebih tinggi daripada mereka yang tidur dalam rentang waktu 6-8 jam per hari. Dapat dilihat dari penelitian yang kami lakukan dan dari penelitian internasional bahwa ada hubungan antara waktu tidur yang lama memiliki berisiko terkena stroke," kata Yue Leng, peneliti dari University of Cambridge, dikutip dari berbagai sumber, Kamis (26/2/2015).

Ia menambahkan, studi yang mereka lakukan menyiratkan bahwa tidur dalam waktu yang lebih lama bisa menjadi salah satu indikator risiko terserang stroke. "Ini bisa saja terlihat hubungan dari waktu tidur yang lama dengan gejala awal dari masalah kardiovaskuler," ujar Leng.

Profesor Kay-Tee Khaw, peneliti senior di University of Cambridge mengatakan perlu ditelisik lebih lanjut lagi penyebab hubungan tidur dan risiko stroke. Prof Khaw mengatakan mungkin dengan dilakukannya penelitian lebih jauh, akan ditemukan hubungan lamanya waktu tidur menjadi gejala awal risiko terjangkitnya stroke, terutama pada lansia. terkait hasil studi ini, Stroke Association mengatakan bahwa studi ini belum menjadi hal yang cukup penting untuk diperhatikan.

Dari studi yang dilakukan sebelumnya dianjurkan untuk menghubungkan antara waktu tidur dan risiko terjadinya stroke. Namun, beda halnya dengan penelitian yang diumumkan pada Journal Neurology, mereka mengklaim bahwa mereka melakukan investigasi pertama secara detail tentang hubungan lamanya waktu tidur dengan risiko terjadinya stroke.

Peneliti juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang jelas di antara keduanya. Waktu tidur yang terlalu sebentar berhubungan dengan gangguan metabolisme dan peningkatan hormon kortisol (hormon stres), yang mana hal-hal tersebut dapat menaikkan tekanan darah dan meningkatkan risiko stroke. Namun, temuan ini menunjukkan bahwa hubungan tersebut tidak tergantung dari faktor risiko terjadinya penyakit jantung.

Bertahun-tahun Hipertensi, Pasien Wajib Waspadai Kerusakan Ginjal

Jakarta, Ginjal yang berfungsi menyaring darah kotor bisa mengalami kerusakan jika dipaksa bekerja secara intensif terus menerus. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu kondisi yang dikatakan oleh dokter patut diwaspadai karena bisa memicu kerusakan tersebut.

dr Ginova Nainggolan, SpPD, KGH, dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengatakan masih sedikit masyarakat yang menyadarinya. Terlebih kerusakan ginjal akibat hipertensi terjadi perlahan dan tidak menunjukkan gejala khusus sehingga sulit untuk dideteksi.

Baca juga: Minum Obat Hipertensi Akan Merusak Ginjal?

"Kerusakan ginjal pada tahap dini biasanya tidak ada keluhan yang khas. Gejala paling tidak enak badan tapi tidak ada kan yang kalau badannya lemas dia bilang 'barangkali saya sakit ginjal', paling bilangnya kecapaian," ujar dr Ginova dalam acara diskusi di Plaza Central, Sudirman, Jakarta Selatan, seperti ditulis pada Jumat (27/2/2015).

Hipertensi dikatakan oleh dr Ginova biasanya membutuhkan waktu sampai 10 tahun untuk membuat kerusakan pada ginjal yang jika tidak disadari dan ditangani maka besar kemungkinan ginjal mengalami kegagalan. Pasien yang alami gagal ginjal hanya punya dua pilihan, seumur hidupnya melakukan cuci darah atau transplantasi ginjal baru.

dr Ginova mengatakan selain hipertensi penyakit diabetes juga perlu diwaspadai sebagai penyebab gagal ginjal. Jika seseorang memiliki kondisi hipertensi dan diabetes dalam waktu yang lama maka risiko ginjal alami kegagalan juga semakin besar.

Cara paling efektif untuk mencegah gagal ginjal tersebut adalah dengan melakukan kontrol. Bagi para pasien hipertensi yang sering kambuh bertahun-tahun disarankan oleh dr Ginova untuk sesekali mengecek kondisi ginjalnya.

"Hendaknya pasien hipertensi maupun diabetes ini dicek ginjalnya. Jadi jangan cuma obati hipertensinya saja, jangan obati hanya gula darahnya saja. Kalau dia hipertensi bertahun-tahun tolong dicek juga kesehatan ginjalnya," tutup dr Ginova.