Kamis, 07 Januari 2016

PENYEBAB INGUS BISA BERCAMPUR DARAH


Difteri adalah suatu infeksi akut pada saluran pernapasan bagian atas yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae. Dapat terjadi primare pada hidung ataupun secunder dari tenggorokan. Lebih sering menyerang anak-anak.
Penyebab
Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini biasanya menyerang saluran pernapasan, terutama laring, amandel dan tenggorokan. Tetapi tak jarang racun juga menyerang kulit dan bahkan menyebabkan kerusakan saraf dan jantung.
Penularan
Bakteri C.diphtheriae dapat menyebar melalui tiga rute:
* Bersin: Ketika orang yang terinfeksi bersin atau batuk, mereka akan melepaskan uap air yang terkontaminasi dan memungkinkan orang di sekitarnya terpapar bakteri tersebut.
* Kontaminasi barang pribadi: Penularan difteri bisa berasal dari barang-barang pribadi seperti gelas yang belum dicuci.
* Barang rumah tangga: Dalam kasus yang jarang, difteri menyebar melalui barang-barang rumah tangga yang biasanya dipakai secara bersamaan, seperti handuk atau mainan.
Selain itu, Anda juga dapat terkontaminasi bakteri berbahaya tersebut apabila menyentuh luka orang yang sudah terinfeksi. Orang yang telah terinfeksi bakteri difteri dan belum diobati dapat menginfeksi orang nonimmunized selama enam minggu - bahkan jika mereka tidak menunjukkan gejala apapun.
Faktor risiko
Orang-orang yang berada pada risiko tertular difteri meliputi:
· Anak-anak dan orang dewasa yang tidak mendapatkan imunisasi terbaru
· Orang yang hidup dalam kondisi tempat tingal penuh sesak atau tidak sehat
· Orang yang memiliki gangguan sistem kekebalan
· Siapapun yang bepergian ke tempat atau daerah endemik difteri
Difteri jarang terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa, karena telah mewajibkan imunisasi pada anak-anak selama beberapa dekade. Namun, difteri masih sering ditemukan pada negara-negara berkembang di mana tingkat imunisasinya masih rendah 
Gambaran klinik
- Masa tunas 2 – 7 hari
- Penderita mengeluh sakit menelan dan napasnya terdengar ngorok (stridor),
pada anak tak jarang diikuti demam, mual, muntah, menggigil dan sakit kepala.
- Penderita tampak sesak napas dengan atau tanpa tanda obstruksi napas.
- Demam tidak tinggi.
- Pada pemeriksaan tenggorokan tampak selaput putih keabu-abuan yang mudah 
berdarah bila disentuh.
- Gejala ini tidak selalu ada:
- Sumbatan jalan napas sehingga penderita sianosis
-Napas bau
-Perdarahan hidung atau ingus bercampur darah.
- Tampak pembesaran kelenjar limfe di leher (bullneck)
- Inflamasi lokal dengan banyak sekali eksudat faring, eksudat yang lekat di mukosa berwarna kelabu atau gelap dan edema jaringan lunak. Pada anak, fase penyakit ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas.
- Penyakit sistemik yang disebabkan oleh toksin bakteri dimulai 1 – 2 minggu sesudah 
gejala lokal. 
Toksin mempengaruhi jantung (miokarditis, aritmia terutama selama minggu kedua penyakit) dan sistem syaraf (paralisis, neuritis 2 – 7 minggu sesudah onset penyakit). 
Bila pasien sembuh dari fase akut penyakit, biasanya sembuh tanpa kelainan penyerta.
Penyakit ini dapat menyebabkan kematian karena melepaskan lapisan saluran pernapasan sehingga menutup jalur pernapasan. Selain itu, kematian juga dapat terjadi karena menyebabkan peradangan pada otot jantung. Sistem saraf juga sering terkena sehingga menyebabkan kelumpuhan.
Diagnosis
Kebutuhan untuk mendapat terapi diputuskan atas dasar anamnesis dan gambaran klinis.
Dugaan adanya difteri harus di pikirkan pada penderita dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap.
Diagnosis dikonfirmasi dengan kultur bakteri yang diambil dari eksudat ke dalam tabung untuk sampel bakteri. Sampel harus dikultur pada media khusus, untuk itu perlu terlebih dahulu memberitahu laboratorium. Sediaan apus diambil 3 hari berturut-turut.
Penatalaksanaan
Difteri adalah penyakit yang serius. Para ahli di Mayo Clinic, memaparkan, ada beberapa upaya pengobatan yang dapat dilakukan diantaranya:
* Pemberian antitoksin ADS
Setelah dokter memastikan diagnosa awal difteri, anak yang terinfeksi atau orang dewasa harus menerima suatu antitoksin. Antitoksin itu disuntikkan ke pembuluh darah atau otot untuk menetralkan toksin difteri yang sudah terkontaminasi dalam tubuh.
Sebelum memberikan antitoksin, dokter mungkin melakukan tes alergi kulit untuk memastikan bahwa orang yang terinfeksi tidak memiliki alergi terhadap antitoksin. Dokter awalnya akan memberikan dosis kecil dari antitoksin dan kemudian secara bertahap meningkatkan dosisnya.
* Antibiotik: 
Difteri juga dapat diobati dengan antibiotik, seperti penisilin atau eritromisin. Antibiotik membantu membunuh bakteri di dalam tubuh dan membersihkan infeksi. Anak-anak dan orang dewasa yang telah terinfeksi difteri dianjurkan untuk menjalani perawatan di rumah sakit untuk perawatan.
* Pasien simtomatik harus dirujuk ke rumah sakit.
Mereka mungkin akan diisolasi di unit perawatan intensif karena difteri dapat menyebar dengan mudah ke orang sekitar terutama yang tidak mendapatkan imunisasi penyakit ini.
Komplikasi
Jika tidak diobati, difteri dapat menyebabkan:
* Gangguan pernapasan
C. Diphtheriae dapat menghasilkan racun yang menginfeksi jaringan di daerah hidung dan tenggorokan. Infeksi tersebut menghasilkan membaran putih keabu-abuan (psedomembrane) terdiri dari membran sel-sel mati, bakteri dan zat lainnya. Membran ini dapat menghambat pernapasan.
* Kerusakan jantung
Toksin (racun) difteri dapat menyebar melalui aliran darah dan merusak jaringan lain dalam tubuh Anda, seperti otot jantung, sehingga menyebabkan komplikasi seperti radang pada otot jantung (miokarditis). Kerusakan jantung akibat miokarditis muncul sebagai kelainan ringan pada elektrokardiogram yang menyebabkan gagal jantung kongestif dan kematian mendadak.
* Kerusakan saraf
Toksin juga dapat menyebabkan kerusakan saraf khususnya pada tenggorokan, di mana konduksi saraf yang buruk dapat menyebabkan kesulitan menelan. Bahkan saraf pada lengan dan kaki juga bisa meradang yang menyebabkan otot menjadi lemah. Jika racun ini merusak otot-otot kontrol yang digunakan untuk bernapas, maka otot-otot ini dapat menjadi lumpuh. Kalau sudah seperti itu, maka diperlukan alat bantu napas.
Dengan pengobatan, kebanyakan orang dengan difteri dapat bertahan dari komplikasi ini, namun pemulihannya akan berjalan lama.
Pencegahan 
Difteri adalah penyakit yang umum pada anak-anak. Penyakit ini tidak hanya dapat diobati tetapi juga dapat dicegah dengan vaksin. Vaksin difteri biasanya dikombinasikan dengan vaksin untuk tetanus dan pertusis, yang dikenal sebagai vaksin difteri, tetanus dan pertusis. 
Pencegahan yang efektif adalah dengan pemberian imunisasi difteri. Pada program pemerintah terdapat tiga jenis vaksin yang mengandung difteri.
“Pertama, DPT-HB (Difteri, Pertusis, Tetanus dan Hepatitis B) yang diberikan pada bayi usia 0-11 bulan. Kedua, DT (Difteri dan Tetanus) yang diberikan pada anak kelas 1 SD/MI atau setingkatnya. Ketiga, Td (Tetanus dan Difteri dengan kandungan 1/5 bagian dari DT atau DPT-HB) untuk anak usia kelas 2 dan 3 SD/MI atau sekolah setingkatnya.
Bayi yang telah mendapatkan imunisasi lengkap (3 kali pemberian dengan selang 1 bulan) akan terlindungi dengan baik, sebab efikasi atau kemampuan anak untuk membentuk sistem imunitas rata-rata vaksin difteri adalah 90 persen. Sehingga dapat dipastikan bahwa dengan pemberian imunisasi sebanyak tiga lebih dari 95 persen anak akan terlindungi. Dengan pemberian imunisasi lanjutan pada anak kelas 1, 2, dan 3 SD/MI dan setingkatnya, maka diharapkan anak sampai dengan usia 20 tahun sudah terlindungi dari difteri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar