Difteri adalah suatu infeksi akut pada saluran pernapasan bagian atas
yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae. Dapat terjadi
primare pada hidung ataupun secunder dari tenggorokan. Lebih sering
menyerang anak-anak.
Penyebab
Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini
biasanya menyerang saluran pernapasan, terutama laring, amandel dan
tenggorokan. Tetapi tak jarang racun juga menyerang kulit dan bahkan
menyebabkan kerusakan saraf dan jantung.
Penularan
Bakteri C.diphtheriae dapat menyebar melalui tiga rute:
* Bersin: Ketika orang yang terinfeksi bersin atau batuk, mereka akan
melepaskan uap air yang terkontaminasi dan memungkinkan orang di
sekitarnya terpapar bakteri tersebut.
* Kontaminasi barang pribadi: Penularan difteri bisa berasal dari barang-barang pribadi seperti gelas yang belum dicuci.
* Barang rumah tangga: Dalam kasus yang jarang, difteri menyebar melalui
barang-barang rumah tangga yang biasanya dipakai secara bersamaan,
seperti handuk atau mainan.
Selain itu, Anda juga dapat terkontaminasi bakteri berbahaya tersebut
apabila menyentuh luka orang yang sudah terinfeksi. Orang yang telah
terinfeksi bakteri difteri dan belum diobati dapat menginfeksi orang
nonimmunized selama enam minggu - bahkan jika mereka tidak menunjukkan
gejala apapun.
Faktor risiko
Orang-orang yang berada pada risiko tertular difteri meliputi:
· Anak-anak dan orang dewasa yang tidak mendapatkan imunisasi terbaru
· Orang yang hidup dalam kondisi tempat tingal penuh sesak atau tidak sehat
· Orang yang memiliki gangguan sistem kekebalan
· Siapapun yang bepergian ke tempat atau daerah endemik difteri
Difteri jarang terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan
Eropa, karena telah mewajibkan imunisasi pada anak-anak selama beberapa
dekade. Namun, difteri masih sering ditemukan pada negara-negara
berkembang di mana tingkat imunisasinya masih rendah
Gambaran klinik
- Masa tunas 2 – 7 hari
- Penderita mengeluh sakit menelan dan napasnya terdengar ngorok (stridor),
pada anak tak jarang diikuti demam, mual, muntah, menggigil dan sakit kepala.
- Penderita tampak sesak napas dengan atau tanpa tanda obstruksi napas.
- Demam tidak tinggi.
- Pada pemeriksaan tenggorokan tampak selaput putih keabu-abuan yang mudah
berdarah bila disentuh.
- Gejala ini tidak selalu ada:
- Sumbatan jalan napas sehingga penderita sianosis
-Napas bau
-Perdarahan hidung atau ingus bercampur darah.
- Tampak pembesaran kelenjar limfe di leher (bullneck)
- Inflamasi lokal dengan banyak sekali eksudat faring, eksudat yang
lekat di mukosa berwarna kelabu atau gelap dan edema jaringan lunak.
Pada anak, fase penyakit ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas.
- Penyakit sistemik yang disebabkan oleh toksin bakteri dimulai 1 – 2 minggu sesudah
gejala lokal.
Toksin mempengaruhi jantung (miokarditis, aritmia terutama selama minggu
kedua penyakit) dan sistem syaraf (paralisis, neuritis 2 – 7 minggu
sesudah onset penyakit).
Bila pasien sembuh dari fase akut penyakit, biasanya sembuh tanpa kelainan penyerta.
Penyakit ini dapat menyebabkan kematian karena melepaskan lapisan
saluran pernapasan sehingga menutup jalur pernapasan. Selain itu,
kematian juga dapat terjadi karena menyebabkan peradangan pada otot
jantung. Sistem saraf juga sering terkena sehingga menyebabkan
kelumpuhan.
Diagnosis
Kebutuhan untuk mendapat terapi diputuskan atas dasar anamnesis dan gambaran klinis.
Dugaan adanya difteri harus di pikirkan pada penderita dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap.
Diagnosis dikonfirmasi dengan kultur bakteri yang diambil dari eksudat
ke dalam tabung untuk sampel bakteri. Sampel harus dikultur pada media
khusus, untuk itu perlu terlebih dahulu memberitahu laboratorium.
Sediaan apus diambil 3 hari berturut-turut.
Penatalaksanaan
Difteri adalah penyakit yang serius. Para ahli di Mayo Clinic,
memaparkan, ada beberapa upaya pengobatan yang dapat dilakukan
diantaranya:
* Pemberian antitoksin ADS
Setelah dokter memastikan diagnosa awal difteri, anak yang terinfeksi
atau orang dewasa harus menerima suatu antitoksin. Antitoksin itu
disuntikkan ke pembuluh darah atau otot untuk menetralkan toksin difteri
yang sudah terkontaminasi dalam tubuh.
Sebelum memberikan antitoksin, dokter mungkin melakukan tes alergi kulit
untuk memastikan bahwa orang yang terinfeksi tidak memiliki alergi
terhadap antitoksin. Dokter awalnya akan memberikan dosis kecil dari
antitoksin dan kemudian secara bertahap meningkatkan dosisnya.
* Antibiotik:
Difteri juga dapat diobati dengan antibiotik, seperti penisilin atau
eritromisin. Antibiotik membantu membunuh bakteri di dalam tubuh dan
membersihkan infeksi. Anak-anak dan orang dewasa yang telah terinfeksi
difteri dianjurkan untuk menjalani perawatan di rumah sakit untuk
perawatan.
* Pasien simtomatik harus dirujuk ke rumah sakit.
Mereka mungkin akan diisolasi di unit perawatan intensif karena difteri
dapat menyebar dengan mudah ke orang sekitar terutama yang tidak
mendapatkan imunisasi penyakit ini.
Komplikasi
Jika tidak diobati, difteri dapat menyebabkan:
* Gangguan pernapasan
C. Diphtheriae dapat menghasilkan racun yang menginfeksi jaringan di
daerah hidung dan tenggorokan. Infeksi tersebut menghasilkan membaran
putih keabu-abuan (psedomembrane) terdiri dari membran sel-sel mati,
bakteri dan zat lainnya. Membran ini dapat menghambat pernapasan.
* Kerusakan jantung
Toksin (racun) difteri dapat menyebar melalui aliran darah dan merusak
jaringan lain dalam tubuh Anda, seperti otot jantung, sehingga
menyebabkan komplikasi seperti radang pada otot jantung (miokarditis).
Kerusakan jantung akibat miokarditis muncul sebagai kelainan ringan pada
elektrokardiogram yang menyebabkan gagal jantung kongestif dan kematian
mendadak.
* Kerusakan saraf
Toksin juga dapat menyebabkan kerusakan saraf khususnya pada
tenggorokan, di mana konduksi saraf yang buruk dapat menyebabkan
kesulitan menelan. Bahkan saraf pada lengan dan kaki juga bisa meradang
yang menyebabkan otot menjadi lemah. Jika racun ini merusak otot-otot
kontrol yang digunakan untuk bernapas, maka otot-otot ini dapat menjadi
lumpuh. Kalau sudah seperti itu, maka diperlukan alat bantu napas.
Dengan pengobatan, kebanyakan orang dengan difteri dapat bertahan dari komplikasi ini, namun pemulihannya akan berjalan lama.
Pencegahan
Difteri adalah penyakit yang umum pada anak-anak. Penyakit ini tidak
hanya dapat diobati tetapi juga dapat dicegah dengan vaksin. Vaksin
difteri biasanya dikombinasikan dengan vaksin untuk tetanus dan
pertusis, yang dikenal sebagai vaksin difteri, tetanus dan pertusis.
Pencegahan yang efektif adalah dengan pemberian imunisasi difteri. Pada
program pemerintah terdapat tiga jenis vaksin yang mengandung difteri.
“Pertama, DPT-HB (Difteri, Pertusis, Tetanus dan Hepatitis B) yang
diberikan pada bayi usia 0-11 bulan. Kedua, DT (Difteri dan Tetanus)
yang diberikan pada anak kelas 1 SD/MI atau setingkatnya. Ketiga, Td
(Tetanus dan Difteri dengan kandungan 1/5 bagian dari DT atau DPT-HB)
untuk anak usia kelas 2 dan 3 SD/MI atau sekolah setingkatnya.
Bayi yang telah mendapatkan imunisasi lengkap (3 kali pemberian dengan
selang 1 bulan) akan terlindungi dengan baik, sebab efikasi atau
kemampuan anak untuk membentuk sistem imunitas rata-rata vaksin difteri
adalah 90 persen. Sehingga dapat dipastikan bahwa dengan pemberian
imunisasi sebanyak tiga lebih dari 95 persen anak akan terlindungi.
Dengan pemberian imunisasi lanjutan pada anak kelas 1, 2, dan 3 SD/MI
dan setingkatnya, maka diharapkan anak sampai dengan usia 20 tahun sudah
terlindungi dari difteri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar